Balinema TVRI Bali Episode “Di Balik Lukisan Sidik Jari”

Selama hampir 60 menit, Oka Sudarsana (Sutradara), Sudiani (Sutradara & Penulis), Nirartha (Produser), dan Wiranata (Penata gambar) di wawancara oleh Ade Yulia, presenter Balinema TVRI Bali. Kami diwawancara Balinema seputar pembuatan film “Di Balik Lukisan Sidik Jari”, sebuah dokumenter garapan Film Sarad dan traxvideo yang didanai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK). Film dokumenter “Di Balik Lukisan Sidik Jari” mengambil subjek seorang maestro lukis asal Denpasar, I Gusti Ngurah Gede Pemecutan, yang menerapkan teknik Pointilisme menggunakan sidik jari.

Setelah countdown Opening Bumper Break (OBB), acara pun dimulai. Ade Yulia menyapa pemirsa di rumah dan memperkenalkan narasumber yang hadir di studio. Kami diperkenalkan satu persatu, mulai dari nama hingga kontribusi kami dalam film dokumenter tersebut. Selepas perkenalan, trailer film diputar untuk mengawali, kemudian diikuti oleh pemutaran film utama “Di Balik Lukisan Sidik Jari”. Film dokumenter berdurasi 26 menit itu dilanjutkan oleh commercial break sebelum akhirnya menuju studio kembali untuk sesi tanya jawab.

Balinema Lukisan Sidik Jari

Tangkapan Layar Acara Balinema TVRI Bali Episode Di Balik Lukisan Sidik Jari. Screenshot: TVRI Bali

Balinema episode “Di Balik Lukisan Sidik Jari” disiarkan langsung pada kamis, 13 Januari 2022. Berbagai pertanyaan seputar pembuatan film dilemparkan host ke narasumber sesuai dengan bidang masing-masing. Oka Sudarsana dan Sudiani menjelaskan seputar pengembangan, pembentukan ide, hingga realisasinya, Nirartha menjelaskan masalah finansial, dan distribusi, sedangkan Wiranata menjelaskan teknis di lapangan dari produksi hingga paska-produksi.

Baca juga: Pengalaman Mengesankan Menjadi Program Director Liga 3 Bali

Film yang mengambil lokasi di kawasan Denpasar dan Badung ini digarap cukup panjang mulai dari Mei dan berakhir di Desember 2020. Mencoba membingkai perjalanan hidup sang maestro Sidik Jari, I Gusti Ngurah Gede Pemecutan. Pemecutan lahir pada masa penjajahan hingga masa pandemi, sehingga sutradara cukup dilema mengambil bagian yang ingin disajikan karena semuanya menarik. Kepingan “puzzle” cerita Ngurah Gede Pemecutan coba dirangkai oleh tim melalui diskusi panjang, sehingga  dapat dipadatkan sesuai takaran. Bahkan detik-detik menuju deadline diskusi panas masih berlangsung, hingga pada akhirnya film dapat dikemas dengan baik.

Baca juga: Mewawancarai Amanda Susanti “Sayurbox” untuk Projek Google

Fakta unik juga dijelaskan dalam acara yang memiliki tagline “Rekam Bali Lebih Kreatif” ini. Bagaimana pendekatan kreatif secara visual dalam film dokumenter “Di Balik Lukisan Sidik Jari” yang menggunakan banyak shot yang steady (stabil). Hal tersebut ternyata bukan tanpa alasan, steady shot dibuat agar penonton fokus dengan suguhan komposisi gambar seperti melihat lukisan.

“Tantangannya adalah waktu teman-teman meminta bagaimana menerjemahkan lukisan tersebut ke dalam medium audio visual, agar penonton tidak (hanya) seperti menyaksikan film namun juga seperti menikmati lukisan. Dalam prakteknya banyak sekali shot-shot steady, lebih bermain blocking, komposisi, dan aspek simetris,” Jelas Wiranata sang penata gambar. Tidak cukup sampai di situ, profiling shot Ngurah Gede Pemecutan dalam film juga dibuat dengan teknik bokeh dengan latar bulat, shot tersebut adalah representasi dari lukisan sidik jari, dimana lukisan gaya tersebut didominasi oleh kumpulan objek bulat yang membentuk sebuah gambar.

Balinema Lukisan Sidik Jari 3

Adaptasi Gaya Lukisan Sidik Jari dalam Film. Kolase: Museum Sidik Jari, Film sarad, dan traxvideo

Di akhir sesi, host meminta masing-masing untuk memberikan tips dan trik dalam menggarap sebuah film. “Harus punya mental yang kuat, taste yang bagus, referensi yang banyak. Kalau mau buat film harus nonton banyak film agar tau mau buat film apa,” jelas Nirartha sang produser. “Benar itu, referensi dan mental yang kuat. Makin banyak referensi yang masuk, makin banyak pilihan cerita yang bisa kita aplikasikan,” tambah Oka menguatkan pernyataan Nirartha. “Referensi penting banget, diskusi dengan tim yang lain juga, maunya apa sih, jadi kita tau dengan hasil seperti ini formulasi apa yang dibutuhkan,” jelas Wiranata ikut menambahkan. Terakhir, Sudiani melengkapi dengan pernyataan bahwa membangun chemistry ke subjek juga tak kalah penting. “Selain membangun chemistry ke tim, yang jauh lebih penting membangun chemistry ke tokohnya, terutama di dokumenter,” jelas Sudiani.

Balinema Lukisan Sidik Jari 2

Kru Film “Di Balik Lukisan Sidik Jari” Berfoto Bersama Kru TVRI Bali. Foto: Dokumentasi TVRI Bali

Sampailah kita di penghujung acara. Host menutup gelaran acara dengan sedikit clossing statement “Intinya diniatkan, chemistry, kerja tim sangat perlu dalam membuat film. Semoga menginspirasi juga untuk Sobat Nema. Buat filmnya, dimulai aja dulu,” tutup Ade Yulia. Tepat pukul 16.00 wita, di layar TVRI sudah muncul grafis credit title kerabat kerja yang bertugas, artinya acara sudah berakhir. Kami menutupnya dengan foto bersama.